PPh pasal 23


BAB 1
PENDAHULUAN
1.      A
1.1.   Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU PPh Nomor 36 tahun 2008 bahwa imbalan sehubungan dengan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 akan diatur dengan peraturan menteri keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
1.2.   Tujuan Penulisan
1.2.1.      Memahami PPh pasal 23.
1.2.2.      Memahami Pemotong pajak.
1.2.3.      Memahami Tatacara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal.
1.2.4.      Memahami Penghasilan yang tidak dipotong  pph.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.      a
2.1.   Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2.2.   Subjek Pajak
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.

2.3.   Pemotong Pajak
2.3.1.      badan pemerintah
2.3.2.      subjek pajak badan dalam negeri;
2.3.3.      penyelenggara kegiatan;
2.3.4.      Bentuk Usaha Tetap;
2.3.5.      perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu : a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau b. orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran beruapa sewa.


2.4.   Tarif Pajak
2.4.1.      Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
2.4.1.1.            dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g" Undang-undang PPh; b. bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f"; c. royalti; d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.
2.4.1.2.            Hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 21 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
2.4.1.2.1.                  Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
2.4.1.2.2.                  Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
2.4.1.2.3.                   Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas : a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996; b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain.



2.5.   Tatacara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong pajak penghasilan pasal 23 memiliki kewajiban melakukan penyetoran pph pasal 23 ke kas negara atas pph pasal 23 yang dipotong dari penerima penghasilan. Terhadap penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 23 kepadanya diberikan bukti pemotongan pph pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan salam suatu masa pajak. Wajib pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan pph pasal 23 yang telah dilakukan. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan masa pph pasal 23
2.5.1.      Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23
Pph yang dipotong oelh pemotong pph harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasukhari sabtu atau hari libur nasional, pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenagn atau apabila telah mendapat validasi. Ssp dianggap sah hika telah divalidasi negara dengan nomor transaki penerimaan negara. Adapun tempat pembayaran adalah kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan.
2.5.2.      Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong PPh pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan ini adalah bukti pelunasan dalam tahun tersebut yang nantinya akan di kreditkan dalam SPT Tahunannya.


2.6.   Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23
2.6.1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2.6.2.      Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
2.6.3.      Dividen
2.6.4.      Sisa Hasil Usaha
2.6.5.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan menteri keuangan
BAB 3
PENUTUP
3.      A
3.1.   Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut aspek perpajakan PPh Pasal 23 sbb :  Apabila yang menerima dividen adalah PT, Koperasi, BUMN, dan BUMD memiliki porsi saham minimal 25% dari modal yang disetor maka bukan objek PPh dan tidak dipotong PPh Pasal 23, namun apabila kurang dari 25% dari modal yang disetor maka dividen tersebut merupakan objek PPh dan dipotong PPh Pasal 23.


DAFTAR PUSTAKA


Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM YKPN.
Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar